Tetapi pak tua tak mau menjual kudanya. Baginya, kudanya tersebut berarti sahabat, lantas bagaimana bisa pak tua tersebut menjual sahabatnya? Berkali-kali saudagar kaya bahkan seorang raja menawar kudanya, namun tak pernah pula sang lelaki tua tergiur dengan emas dan harta.
Suatu hari pak tua mendapati kandang kudanya dalam keadaan kosong. Tersebarlah kabar ke seluruh tetangga akan hilangnya kuda itu. Warga pun menghampiri untuk memastikan. Melihat berita itu benar adanya, maka warga sekitar mengolok-olok pak tua.
Salah seorang warga berkata, “Dasar orang tua bodoh, sudah kubilang kudamu itu banyak yang menginginkannya, maka hilanglah dia karena dicuri seseorang. Tahulah engkau akibatnya, kini kau dikutuk sengsara akibat kebodohanmu.”
“Jika saja kau menjualnya dengan harga tinggi, atau dengan harga yang engkau inginkan, sudah pasti orang kaya akan membayarnya. Tapi lihatlah, kini kau hanya semakin miskin saja, memang sungguh engkau sedang dikutuk kesusahan karena keras kepalamu wahai pak tua,” tambah seorang warga lainnya.
Namun, pak tua tak merasa sedih akan kehilangan kuda putihnya dan cemoohan warga. Ia berkata dengan tenang, "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda dapat menghakimi?"
Warga desa itu protes, "Jangan menggambarkan kami sebagai orang bodoh! Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan."
Pak tua menjawab, "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, kita belum tahu. Yang dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi nanti." Warga desa tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan pak tua.
Setelah sebulan berlalu, kuda putih milik pak tua kembali. Ternyata kuda putih tersebut tidak dicuri, melainkan lari ke tengah hutan, rupanya kuda putih tersebut membawa selusin kuda liar temannya ke rumah.
Dengan sedikit latihan dan usaha, selusin kuda liar itu dijinakkan. Alhasil, pak tua menjual kuda-kuda liar yang telah dijinakkannya kepada orang lain, dengan demikian pak tua mendapatkan hasil yang menguntungkan dari penjualan kudanya.
Mendengar kabar kesuksesan pak tua tersebut, maka sekali lagi warga berkumpul untuk melihanya. Mereka berkata, "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami."
Pak tua menjawab, "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa selusin kuda kembali bersama dia, tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita. Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku.”
Dari kisah sederhana ini dapat diambil hikmah dan pelajarannya. Semua kejadian yang dialami janganlah terlalu cepat diambil kesimpulan dan penilaian, karena rentetan kejadian berikutnya masih berupa misteri. Tak ada yang bisa menyimpulkan takdir dan nasib, semua tergantung kita dalam menyikapinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar