Minggu, 17 Agustus 2014

Belajar Dari Pohon Natal



Natal selalu istimewa. Pada waktu saya kecil, hari-hari menjelang natal identik dengan bau kue kering yang dipanggang, baju baru dan tentu saja pohon natal. Pohon natal kami dihias dengan buah berwarna-warni, pita-pita dan tak lupa lampu berkelap-kelip. Biasanya ditambah dengan kapas yang dipotong kecil-kecil dan ditaruh diujung dahan sebagai pengganti salju.

Saya selalu melihat salju “kapas” di pohon natal yang dipasang di penghujung tahun tersebut, sambil membayangkan salju yang sebenarnya. Pohon natal di kampung halaman kami bisa bertahan beberapa bulan. Biasanya menunggu kue kering yang bertoples-toples habis, pohon yang indah itu kemudian disimpan sambil menunggu natal tahun berikutnya.

Pelayanan telah membawa kami ke negeri yang bersalju dimana saya dapat menyaksikan rupa pohon natal yang sebenarnya. Setelah melewati musim panas dan gugur, biasanya semua jenis pohon yang lain tidak akan bertahan di musim dingin. Seluruh daunnya rontok, dahan-dahan menjadi kering. Konon itulah cara mereka untuk tetap bertahan hidup terhadap perubahan cuaca yang sangat ekstrim. Dan tentu saja jika semua telah berlalu mereka akan hidup kembali bahkan merayakannya dengan mengeluarkan bunga-bunga yang sangat indah.

Tapi ada yang tidak terpengaruh dengan kebiasaan pohon-pohon lainnya. Ia tetap berdiri tegar sepanjang tahun. Daunnya tetap hijau dan sehat. Musim berganti, cuaca berubah, ia tabah menghadapi. Di musim dingin, ketika salju turun, dahan-dahannya tetap kuat menahan bongkahan-bongkahan salju. Dahan-dahan pohon ini cukup lentur meski bongkahan salju itu cukup berat. Padahal ia juga harus menahan angin dingin yang sangat menusuk, yang tidak akan mampu didera oleh makhluk hidup manapun. Ia adalah pohon cemara yang menjadi lambang pohon natal.


Betahun-tahun lewat dan saya selalu menikmati pohon natal alami tersebut. Akhir December dimana cuaca akan bertambah dingin dan membeku, hujan akan berubah menjadi salju putih bersih dan jernih jatuh menutupi bumi. Sebagian akan mampir didahan pohon cemara yang seperti telah menanti-natikan kedatangan mereka. Dahannya yang tertutup salju akan bergoyang-goyang mengikuti irama lagu natal yang terdengar dimana-mana menghibur orang yang sedang menggigil kedinginan. Seakan-akan tersenyum dalam ketegarannya ia memberikan jaminan bahwa kehidupan masih terus berjalan. Pohon-pohon cemara akan tetap tegak berdiri meskipun nasib seringkali membawa mereka berhadapan dengan kematian. Ketika tangan-tangan tak bertanggung jawab memisahkannya dari sumber kehidupan dan membawa mereka ke rumah untuk dijadikan pohon natal sementara yang akhirnya dibuang ke tempat sampah.

Entah yang saudara miliki pohon yang asli atau palsu, belajarlah dari pohon itu. Ketegarannya, keindahannya, keabadiannya. Bukankah Tuhan telah menciptakan kita seperti itu. Sepanjang tahun, kita melawati juga berbagai masa. Masa menangis atau tertawa, masa bergembira atau bersedih, masa menanti atau mendapatkan yang dinanti, masa berlimpah atau kekurangan, masa diterima atau ditolak, masa disakiti atau diobati, dst. Sebagian kita memberikan respon bertahan dan menyembunyikan diri dari masa-masa yang sukar. Jadinya seperti pohon-pohon yang kering selama musim dingin. Sebagian lagi adalah orang-orang yang tabah dan tetap tersenyum kala melewati masa-masa tersebut. Mereka adalah cemara-cemara yang tinggal hijau saat yang lain mengalami kekeringan.

Bagi mereka, musim boleh berganti, masalah berat boleh datang, angin keras boleh menghantam, namun the show must going on. Hari-hari susah tidak akan tinggal selamanya. Ada masanya untuk segala sesuatu. Yang sekarang sedih, tidak akan selamanya bersedih, besok kegembiraan pasti menjelang. Yang sekarang kehilangan tidak akan selamanya kehilangan, besok pengganti yang lebih baik pasti akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar